Waspada Tertipu, Berikut Rincian Harga Rapid Test Mandiri yang Disetujui Pemerintah

- 14 Juli 2020, 17:37 WIB
RATUSAN Penyelenggara Pilkada Bandung Jalani Pemeriksaan Rapid Test di Kec. Rancaekek.*/ENGKOS KOSASIH/GALEMEDIA
RATUSAN Penyelenggara Pilkada Bandung Jalani Pemeriksaan Rapid Test di Kec. Rancaekek.*/ENGKOS KOSASIH/GALEMEDIA /

PR CIAMIS - Covid-19 atau virus corona hingga saat ini masih melanda Indonesia.

Meski saat ini belum ditemukan vaksinnya, setiap masyarakat Indonesia dapat melakukan rapdi test mandiri untuk mengetahui apakah dirinya terjangkit virus corona atau tidak.

Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan merespons sejumlah keluhan terkait mahalnya biaya rapid test dengan mengeluarkan Surat Edaran Nomor HK.02.02/1/2875/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Rapid test Antibodi bagi pasien mandiri belum lama ini.

Baca Juga: Virus Corona Belum Usai, Ilmuwan Ingatkan Lonjakan Kematian Akibat 3 Wabah Ini

Surat Edaran tersebut sebagai regulasi yang dibuat pemerintah untuk menyamakan harga rapid test bagi masyarakat di seluruh tanah air yang ingin memeriksakan antibodi secara cepat.

Beragamnya variasi harga rapid test yang beredar membuat masyarakat bingung, terutama untuk masyarakat yang akan menggunakan transportasi umum.

Regulasi ini juga merupakan upaya pemerintah untuk menghindari komersialisasi yang dilakukan pihak pelayanan kesehatan seperti yang seringkali beredar kabarnya di masyrakat.

Baca Juga: Meski Telah Kantongi Izin, Sejumlah Sekolah di Wilayah Ini Tunda KBM Tatap Muka

"Jadi ini sesuai juga dengan permintaan masyarakat karena sudah banyak masyarakat yang meminta untuk menetapkan harganya (rapid test) Ini juga membantu masyarakat supaya masyarakat tidak bingung terkait harga kalau berkunjung ke tempat layanan kesehatan," ujar dr. Tri Hesty Widyastoeti,Sp. M, MPH sebagaimana diberitakan oleh pikiranrakyat-bekasi.com pada artikel yang berjudul Jangan Sampai Tertipu, Harga Rapid Test Mandiri Hanya Rp150.000

Adapun penetapan harga tersebut merupakan harga pemeriksaan rapid test termasuk biaya alat rapid test, alat pelindung diri (APD) untuk petugas medis, termasuk biaya jasa layanan, misalnya dokter atau dokter spesialis.

Dokter Tri Hesty juga menambahkan batas harga yang ditetapkan yakni Rp150.000 yang berlaku untuk seluruh layanan kesehatan bagi pasien mandiri yakni ketika pasien yang meminta pemeriksaan tersebut, di luar bantuan pemerintah.

Baca Juga: Mulai 27 Juli Warga Jabar yang Tidak Mengenakan Masker Dikenai Denda, Berikut Kisarannya

"Intinya bukan yang untuk skrining yang bantuan pemerintah," ucap Tri Hesty.

Adapun pemeriksaan tersebut berlaku di semua fasilitas kesehatan seperti rumah sakit pemerintah, swasta, klinik, dan berbagai tempat pengecekan lain.

Terkait sanksi, Tri Hesty mengakui bahwa Kementerian Kesehatan belum menetapkan sanksi nyata terkait pelanggaran penetapan harga rapid test.

Namun menurutnya, Kementerian Kesehatan akan melihat lebih lanjut terkait berbagai aspek yang berhubungan dengan penetapan harga tersebut baik dari sisi masyarakat, tempat layanan kesehatan, tenaga medis, serta para distributor, dan penyedia alat rapid test.

Baca Juga: Sejumlah Sekolah di Bekasi Diizinkan Kembali Tatap Muka, Rahmat Effendi Angkat Bicara

"Saya rasa dengan adanya distributor-distributor yang juga ikut membantu, dengan harga yang juga bisa bersaing, tentu akan lebih membantu rumah sakit. Itu yang kita harapkan," jelas Tri Hesty.

Penetapan regulasi harga rapid test pun disambut baik oleh Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) sebagai asosiasi yang menaungi rumah sakit di Indonesia.

Sekretaris Jenderal PERSI, Dr. dr. Lia G. Partakusuma, Sp.PK, MARS, MM mengatakan bahwa keputusan pemerintah merupakan keputusan yang tepat agar harga dari rapid test di berbagai tempat pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit bisa terkendali.

Baca Juga: Tips Diet Sehat Selama Pandemi Virus Corona

"Apa pun itu kami sangat menyambut baik. Bahwa memang harus ada patokan. Kalau tidak akan sangat jadi tidak terkendali," tuturnya.

Pada dialog yang sama, Dokter Lia juga menekankan pentingnya tetap mematuhi protokol kesehatan meskipun seseorang telah dinyatakan nonreaktif setelah menjalani rapid test.

Lantaran bisa jadi antibodi belum terbentuk dan banyak yang menyepelekan setelah hasil tes cepatnya nonreaktif.

Baca Juga: Kasus Covid-19 Kembali Melonjak, Berikut Tips yang Harus Dilakukan saat Masa AKB

"Jadi, tidak nanti orang 'oh dia nonreaktif', langsung bebas merdeka. Menyatakan bahwa, saya sudah bebas," ujar dr. Lia.

Selanjutnya, Lia juga mengimbau kepada seluruh rumah sakit untuk mematuhi peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah tersebut agar sama-sama mencapai tujuan yang diinginkan yakni menenangkan masyarakat dan sama-sama memutus rantai penularan Covid-19 di Indonesia. (M Bayu Pratama/Pikiran Rakyat Bekasi)***

Editor: Billy Mulya Putra

Sumber: Pikiran Rakyat Bekasi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x