SUDUT CIAMIS - Dewan Nasional Setara Institute menegaskan keberatan atas tindakan intimidasi institusi yang dilakukan oleh TNI terkait proses hukum terhadap oknum anggotanya.
Hendardi, Ketua Setara Institute, menyatakan bahwa dalih TNI yang tidak tunduk pada peradilan umum adalah argumen usang untuk melindungi anggota yang terlibat dalam masalah hukum.
Kasus dugaan suap proyek di Basarnas juga menimbulkan kontroversi antara KPK dan pihak TNI.
KPK telah menetapkan status tersangka untuk Kabasarnas Marsdya TNI Henri Alfiandi (HA) dan Letkol Afri Budi Cahyanto (ABC), namun TNI tidak mengakui penetapan tersangka tersebut.
Baca Juga: Inidia SPBU yang Rutin di Awasi Pemkot Bandung Agar Takaran Pengisian BBM Tidak di Curangi
Laksamana Muda Kresno Buntoro, Kababinkum TNI, menyatakan bahwa tindak pidana yang dilakukan oleh personel TNI diatur dalam UU Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Menanggapi hal ini, Hendardi menegaskan bahwa jika TNI tidak setuju dengan langkah KPK, seharusnya menempuh jalur praperadilan.
Hal ini sesuai dengan Pasal 65 ayat (2) UU 34/2004 tentang TNI yang menegaskan bahwa yurisdiksi peradilan militer hanya berlaku untuk tindak pidana militer, dan anggota TNI juga tunduk pada peradilan umum untuk tindak pidana umum.
Pasal 42 UU 30/2002 tentang KPK juga menegaskan kewenangan KPK meliputi setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana korupsi, baik yang tunduk pada peradilan umum maupun pada peradilan militer.