Dokter Ahli: Virus Corona Bisa Tingkatkan Sindrom Patah Hati

- 14 Juli 2020, 11:25 WIB
Ilustrasi patah hati.
Ilustrasi patah hati. //Pixabay/Matvevna

PR CIAMIS - Covid-19 atau virus corona hingga saat ini masih melanda sebagian wilayah dunia.

Sejak diduga pertama kali ditemukan di Kota Wuhan, Tiongkok pada akhir 2019 silam, jumlah kasus virus corona di dunia terus mengalami peningkatan setiap harinya.

Covid-19 yang telah melanda hampir di seluruh dunia telah memberikan sejumlah dampak kehidupan manusia baik kesehatan, ekonomi, maupun psikologis.

Baca Juga: Jelang Pembukaan Bioskop, Ini Hal yang Harus Ditaati Pengunjung

Terbaru, Ahli jantung di Ohio, Amerika Serikat telah menemukan fakta bahwa pandemi virus corona berkaitan dengan laporan peningkatan kasus kardiomiopati Takotsubo atau sindrom patah hati.

Menurutnya studi terbaru, kasus sindrom patah hati itu meningkat empat hingga lima kali lipat selama pandemi Covid-19 dibandingkan ketika pra-pandemi.

Sindrom patah hati sendiri biasanya disebabkan oleh tekanan fisik atau emosional yang ekstrem dan dapat menyebabkan kondisi jantung tiba-tiba melemah.

Baca Juga: Meski Kasus Covid-19 Kian Bertambah, IHSG dan Nilai Tukar Rupiah Dibuka Menguat

Sebagaimana diberitakan oleh pikiranrakyat-depok.com yang berjudul Stres Akibat Pandemi Corona, Ahli Sebut Kasus Sindrom Patah Hati Semakin Meningkat, gejala dari sindrom patah hati itu bisa serupa dengan serangan jantung, termasuk nyeri dada dan sesak napas.

Penyebab sindrom patah hati ini tidak diketahui, namun dapat diperkirakan bahwa stres secara fisik atau emosional dapat menyebabkan hormon stres yang sementara waktu bisa mengurangi kemampuan jantung untuk memompa secara normal.

"Pandemi telah menyebabkan berbagai tingkat stres dalam kehidupan manusia di seluruh negara dan dunia," kata dr Ankur Kalra, seorang ahli jantung dari Klinik Cleveland di Bagian Kardiolog.

Baca Juga: Kasus Covid-19 Global Kian Melonjak, Harga Minyak Dunia Kembali Melemah

"Orang-orang saat ini tidak hanya khawatir ia atau keluarganya jatuh sakit, mereka juga harus berhadapan dengan masalah ekonomi, emosi, sosial, dan potensi kesepian serta isolasi," ujar dr Kalra.

Dalam studi terbaru, Kalra dan timnya menganalisis data dari 258 pasien yang datang ke Klinik Cleveland dan Akron General Klinik Cleveland dengan sindrom koroner akut (ACS) selama 1 Maret dan 30 April.

Mereka kemudian membandingkan pasien tersebut dengan empat kelompok kontrol pasien ACS yang datang ke klinik sebelum pandemi.

Hasilnya ditemukan bahwa sekitar 7,8 persen pasien mengalami sindrom patah hati selama pandemi.

Jumlah tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan angka dari periode sebelum pandemi yaitu hanya sekitar 1,5 sampai 1,8 persen dari pasien jantung.

Kalra dan timnya tidak menemukan perbedaan tingkat kematian pasien dalam studi. Sebagian besar yang mengalami kondisi sindrom patah hati ini bisa pulih, namun peneliti menekankan tetap ada kemungkinan seseorang bisa mengalami komplikasi yang fatal. (Puji Fauziah/Pikiran Rakyat Depok)***

Editor: Billy Mulya Putra

Sumber: Pikiran Rakyat Depok


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x