Sejarah Terbentuknya Situ Lengkong Panjalu Ciamis Konon Berasal dari Air Zam Zam

- 16 November 2023, 01:55 WIB
Gambar pemandangan Situ Lengkong Panjalu Kabupaten Ciamis.
Gambar pemandangan Situ Lengkong Panjalu Kabupaten Ciamis. /Kayan Manggala/

Baca Juga: Nomor Berapa Pilihanmu? KPU Tetapkan Nomor Urut Pasangan Capres dan Cawapres Pemilu 2024

Sumber Babad Panjalu tidak menerangkan dimana Prabu Borosngora dimakamkan setelah wafatnya. Tahta Panjalu kemudian dipegang oleh anak tertuanya Rahyang Kuning, Rahyang Kuning kemudian digantikan oleh adiknya Rahyang Kancana. Rahyang Kancana mangkat dan dimakamkan di Nusa Larang Situ Lengkong, sampai sekarang makam Prabu Rahyang Kancana selalu ramai dikunjungi para peziarah Islam dari seluruh Indonesia, termasuk almarhum Gus Dur.

Area makam ziarah tempat Prabu Hariang Kencana atau Borosngora atau Sayid Ali Bin Muhammad bin Umar, seorang ulama penyebar agama Islam di wilayah itu bersemayam, memang berada di kawasan hutan lebat seluas 57 hektare.

Pengunjung yang akan tirakat, bersemedi atau sekadar refreshing menikmati suasana tengah hutan yang teduh dan asri, wajib melewati situ (danau) Lengkong seluas hampir 40 hektar tersebut.

Dan ada mitos tentang dua buah patung harimau hitam dan putih menjadi penunggu abadi di pintu masuk area tempat ziarah Situ Lengkong, Panjalu, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.

Konon dua patung hewan buas itu, jelmaan dua anak raja Brawijaya, kerajaan Majapahit, yang tersesat di sana, namun melanggar aturan. Akhirnya berubah wujud menjadi raja hutan penunggu  hutan Panjalu Ciamis, hingga kini.

Baca Juga: Bupati Garut Melantik 9 Pegawai PNS Jabatan Administrasi dalam Upacara Khusus

Ada salah satu kebudayaan masyarakat Panjalu, Ciamis, Jawa Barat yang masih lestari hingga kini adalah upacara adat sakral Nyangku, sebuah ritual upacara adat pemandian benda pusaka yang dilaksanakan pada setiap bulan Rabiul Awal atau maulud setiap tahunnya.

Istilah Nyangku diduga berasal dari bahasa Arab 'yanko' yang berarti membersihkan, hingga akhirnya berubah dalam dialek lidah orang sunda menjadi nyangku. Makna dilaksanakannya upacara adat ini, menghormati peninggalan pusaka leluhur, atas jasanya menyebarkan agama Islam di wilayah itu.

Untuk mempersiapkan perlengkapan upacara, konon zaman dahulu, semua keluarga keturunan Panjalu akan menyediakan beras merah yang harus dikupas dengan tangan, bukan ditumbuk sebagaimana biasa. Selanjutnya beras ini digunakan sebagai bahan untuk membuat tumpeng dan sasajen.

Halaman:

Editor: Kayan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah