Pendidikan Berwawasan Gender: Kenali Yuk!

- 27 Juni 2022, 23:42 WIB
Simbol gender
Simbol gender /

SUDUT CIAMIS - Gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin (John M. Echols dan Hassan Shadily, 2000: 265).

Istilah “gender” dikemukakan oleh para ilmuwan sosial dengan maksud untuk menjelaskan perbedaan perempuan dan laki-laki yang mempunyai sifat bawaan (ciptaan Tuhan) dan bentukan budaya (konstruksi sosial). 

Pendidikan adalah kunci untuk mencapai kesetaraan gender, karena pendidikan adalah alat untuk mentransfer norma, pengetahuan, dan kemampuan masyarakat.

Baca juga: Puncak Hujan Meteor Bootid di Langit Indonesia Masih Berlangsung, Kalian Sudah Lihat?

Dengan kata lain, lembaga pendidikan merupakan sarana formal sosialisasi dan transfer nilai dan norma (termasuk nilai dan norma gender) yang berlaku pada masyarakat. Harus bekerja keras sejak awal Mewujudkan keadilan gender di lembaga pendidikan (Mursidah, 2013: 278).

Kesenjangan gender (gender gap) di bidang pendidikan khususnya di negara-negara berkembang termasuk Indonesia pernah sangat memprihatinkan.

Hal ini dapat dilihat dari salah satu indikator makro kesetaraan dan keadilan gender yaitu Gender Development Index (GDI).

Pada tahun 1998, GDI Indonesia berada pada posisi ke 90 dari 174 negara, tahun 2001 berada pada urutan ke 92 dari 146 negara.

Tahun 2002 dan 2003 Indonesia berada pada ranking 91 dari 146 negara yaitu posisi paling rendah diantara negara-negara Asean, Singapura pada ranking 28, Malaysia 53, Thailand 61, Philipina 66 dan Vietnam 89 (Wahyu Widodo, 2006: 122).

Baca juga: Apakah Teknologi Anda Memata-matai Anda? Simak Beberapa Tips Agar Data Pribadi Aman

Kesenjangan gender di Indonesia terdeskripsikan dari beberapa hal yang merendahkan harkat dan martabat perempuan. Diantaranya:

  1. Masih banyak perempuan dirugikan dengan adanya peraturan perundang-undangan yang diskriminatif (bias gender).
  2. Banyaknya penipuan dan perdagangan perempuan untuk dipekerjakan dengan penghasilan yang menjanjikan (TKW, dsb.)
  3. Perlindungan hukum yang kurang memadai terhadap tindak kekerasan, perkosaan, dan penyiksaan fisik dan nonfisik.
  4. Budaya kawin muda (​<16 tahun) yang diikuti dengan tingkat perceraian yang tinggi dapat merendahkan martabat perempuan.
  5. Diskriminasi dalam kesempatan pendidikan, pelatihan, dan kesempatan kerja (peraturan sekolah yang masih bias gender).
  6. Adanya budaya, adat istiadat yang bias gender (laki-laki tidak boleh melakukan pekerjaan domestik, perempuan tidak perlu memperoleh pendidikan tinggi).
  7. Dari aspek kesehatan reproduksi, masih ada pendapat bahwa KB adalah urusan perempuan (tabu untuk dibicarakan secara terbuka).

Menurut Arief Rahman yang dikutip oleh Harum Natasha,banyak faktor penyebab perbedaan gender dalam pendidikan, diantaranya (Harum Natasha, 2013: 58-59):

Baca juga: Sang Anak Menderita Cerebral Palsy, Santi Desak Mahkamah Konstitusi Legalisasi Ganja Medis

Pertama, bawahan budaya perempuan. Kedua, sistem struktur sekolah tidak dapat memberikan kesempatan kepada perempuan. Ketiga, kesetaraan gender lemah. Kebijakan yang tercantum di lembaga nasional tidak mendukung istilah kesetaraan gender.

Keempat, pengelolaan keluarga belum mencapai keseimbangan, Kelima, kesepakatan kemitraan untuk mengalahkan perempuan. Wanita yang memilih melanjutkan pendidikan setelah menikah daripada memberikan kesempatan kepada suaminya dapat dianggap sebagai wanita yang kurang beruntung.***

 

Editor: Annisa Siti Nurhaliza

Sumber: Buku Membangun Pendidikan Berwawasan Gender Karya Syaefudin


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah