Penelitian Bang Sufi, Ada 3 Jenis Tarekat yang Kini Menjadi Style Umat Muslim di Tatar Galuh Ciamis

- 27 November 2023, 09:34 WIB
Gambar ilustrasi
Gambar ilustrasi /

PR CIAMIS - Hasil perjalanan Bang Sufi meneliti kecenderungan Sufisme di Tatar Galuh. Ada tiga jenis tarekat yang kini menjadi style umat Islam di Galuh Ciamis. Pertama yang fatalisme pasrah dengan takdir Allah, bergabung dengan pemikiran Jabariah, dan yang fatalisme tapi lari mengejar kematian yang indah berkumpul dalam tarekat Akmaliyah.

Diantara kedua kutub pemikiran Sufi ini ada pemikiran tarekat Syatariyah yang mengkombinasikan urusan akherat dan dunia dalam satu nafas seorang muslim. Ini hasil ulasan Bang Sufi.

Siang dan malam berjalan sangat cepat. Semua bergerak mengikuti rutinitas. Datang dan pergi seperti tak bertepi. Seperti memburu sesuatu tapi yang diburu hanya kesunyian.

Baca Juga: Prestasi Gemilang PT DAM di Tahun 2023! Lerri: Menambah Catatan Prestasi Terbaik

Setiap disapa mereka mengatakan sedang mencari uang, atau bekerja demi uang. Hanya dengan uanglah semua kebutuhan bisa tercukupkan. Begitu seterusnya hingga tak terasa waktu telah senja.

Umur makin merenta. Rambut memutih tak pilih kasih, tapi makin tersisih. Ternyata telah berujung di titik kehidupan yang segera pergi.

Tak terasa semua sedang berlari menuju kematian. Akhir kesibukan dan rutinitas mencari uang itu untuk menjemput kematian. Tak ada senyum dan tawa semua serius karena ada ketakutan yang disembunyikan.

Baca Juga: Supriatna Gumilar Apresiasi Seni Budaya Kuta Pasagi Asal Purwadadi Ciamis, Begini Harapannya

Kehidupan yang tak menawarkan keindahan ini sedang menjalar menelusup pada jiwa-jiwa lelah mengejar uang. Kondisi ini menjadi style kehidupan kota yang dibelenggu dengan mesin-mesin industri. Sebuah mesin yang tak punya hati tapi mampu merubah setiap hati manusia menjadi makhluk asosial.

Pada abad pertengahan Hijriah berkembang sebuah gaya hidup Sufi yang serba akherat tapi fatalisme. Orang menyebut mereka sebagai kaum Jabariah, yakni kaum yang hanya alakadarnya dalam ikhtiar, karena semua kehidupan manusia diatur oleh takdir Allah.

Ratusan tahun pemikiran Sufistik yang fatalisme ini berkembang di tanah Galuh. Mereka selalu berdalih bahwa rezeki telah diatur oleh Tuhan, sehingga tinggal tawakal sepenuh hati. Mereka tidak memberikan perhatian yang berlebih terhadap pentingnya ikhtiar sebelum bertawakal.

Baca Juga: Bagnaia Juara MotoGP 2023, Simak Sederet Prestasinya!

Pemikiran fatalisme ini diadopsi oleh tarekat Akmaliyah yang sebagian menjadi spirit gaya hidup orang Galuh. Mereka yang menempuh hidup dengan segala kepedihan dan menerapkan konsumsi ketat dari umbi-umbian adalah ekspresi kepasrahan kepada Allah SWT.

Orang-orang yang menempuh perjalanan tarekat Akmaliyah terhenti dalam lorong kesunyian karena mereka tahu sedang menunggu kematian yang indah. Ada pelajaran yang ketat yang dirangkum dalam quote "mati sakjeroning urip" yakni belajar mati selagi masih hidup.

Pemahaman model ini untuk usia produktif tentu akan merugikan kejayaan seseorang. Mereka yang telah lulus berlatih kematian harus kembali menempuh tarekat sufi Syatariyah. Tarekat ini memberikan pemahaman yang seimbang dan berpasangan.

Baca Juga: Ingin Tidur Nyenyak? Lakukan 10 Hal Ini Sebelum Tidur

Dalam bahasa simbolisme pemikiran akidah, tarekat Syatariyah menawarkan pemikiran komplementer yang termaktub dalam kalimat Muhammad kembar. Mereka yang ibadahnya tekun dan punya keyakinan besok akan mati harus dipasangkan dengan pemikiran hidup seribu tahun lagi. Nabi Muhammad SAW mengatakan, ketika sedang ikhtiar duniawi berpikirlah seolah-olah akan hidup seribu tahun lagi.

'Kejarlah negeri akherat tapi jangan lupakan nasibmu di dunia," demikian firman Allah SWT dalam sebuah ayat-Nya. Tajug yang diperkenalkan oleh Sunan Gunung Jati memberikan alternatif pemikiran agar umat Islam menyeimbangkan dunia dan akhirat.***

Editor: Kayan Manggala


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah