Sejarah Pro Kontra Perubahan Nama Kabupaten Ciamis, Sejarawan: Bupati Ciamis Kala itu Berasal dari Karawang

- 24 Juni 2022, 17:05 WIB
Milangkala Kabupaten Ciamis
Milangkala Kabupaten Ciamis /

SUDUT CIAMIS - Penggunaan nama “Ciamis” atau “Galuh” ini nampaknya menimbulkan pro kontra berkepanjangan yang hingga saat ini belum juga kunjung selesai.


Wacana kembalinya nama Kabupaten Galuh terus mendapat respons dari berbagai kalangan baik LSM, sastrawan, politisi dan sejarawan.

Respon kontra terhadap penamaan Kabupaten Ciamis ini karena secara toponomi nama Ciamis tidak memiliki makna yang bernilai baik.

Kata Ciamis berasal dari ”ci” dan ”amis”. Kata “ci” singkatan dari cai yang berarti air. Kata “amis” punya dua arti. Pertama amis (bhs. Sunda) berarti manis (berkait dengan rasa). Kedua amis (bhs. Jawa) berarti anyir (berkait dengan aroma penciuman).

Sumber tradisional yang memuat data Kerajaan Galuh menunjukkan bahwa ”amis” dalam nama Ciamis adalah ”amis” dalam bahasa Jawa yang berarti ”anyir” itu.

Sebutan ”anyir” itu berkaitan dengan tragedi berdarah. Setidaknya ada tiga momentum peristiwa berdarah yang berkait dengan sejarah (Sunda) Galuh. Pertama adalah peristiwa Perang Bubat (1357).

Kedua, pada akhir abad ke-16 M Kerajaan Mataram berupaya menguasai Kerajaan Galuh. Ketiga, ketika Galuh jatuh ke dalam kekuasaan Kompeni (mulai akhir tahun 1705), terjadi lagi tragedi berdarah di Ciancang (Utama) tahun 1739 yang dikenal dengan sebutan ”Bedah Ciancang”.

Dengan demikian, kata ”amis” dalam Ciamis lebih tertuju pada arti bau amis darah manusia, korban dalam tragedi.

Adapun kata “galuh” secara bahasa mengandung tiga makna. Pertama, kata galuh (bhs. Sanskerta; galu) berarti “permata yang paling baik”. Kedua, kata galuh (bhs. Sanskerta) berasal dari kata aga berarti “gunung” dan lwah berarti “bengawan, sungai, laut” (Danadibrata, 2009: 203).

Ketiga, kata galuh sering dimaknai sebagai galeuh (bhs. Sunda) yang berarti “bagian di jero tangkal kai nu pang teuasna” (Danadibrata, 2009: 202). Arti-arti kata tersebut jelas sangat simbolis dan sarat muatan makna yang sangat dalam.

Selanjutnya, nama galuh pun mengacu pada nama kerajaan dan nama kabupaten. Nama ”galuh” muncul sejak berdirinya Kerajaan Galuh. Kerajaan ini didirikan oleh seorang tokoh Sunda bernama Wretikandayun pada awal abad ke-7 M.

Sastrawan Godi Suarna menegaskan “sudah saatnya nama Kabupaten Ciamis dikembalikan ke Kabupaten Ciamis. Karena perasaan orang Ciamis sebagai orang Galuh sangat kuat. ‘Nasionalisme’ kegaluhannya orang Ciamis sangat kuat.” Mengenai ketakutan cost pengembalian nama kabupaten terlalu besar, menurut Godi, “itu hanya bagi orang-orang yang berpikiran kerdil. Mengubah nama itu tidah mudah, namun bagi orang-orang ‘besar’ itu bisa dilakukan”. “Hanya orang-orang besar yang akan mampu mengubah sejarah, termasuk mengembalikan nama Ciamis ke Galuh. Perlu diingat, nama Galuh itu hasil bertapa susah payah para pendahulu kita, kok seenaknya diubah menjadi Ciamis tanpa asal usul” urainya.

Prof. Nina Herlina Lubis, seorang sejarawan juga berpendapat bahwa “penggantian nama Kabupaten Galuh menjadi Ciamis oleh Bupati R.A. Sastrawinta (1914- 1936) kental muatan politik. R.A. Sastrawinta yang ditunjuk Belanda menjadi Bupati Ciamis itu berasal dari Karawang yang tidak memahami dan mengenal lebih dalam sejarah Galuh. Perubahan nama Galuh ke Ciamis yang mengandung arti anyir berarti menghina masyarakat galuh”.
Ditambahkan Nina, “Kalau kita sudah tahu sejarah Galuh pasti menginginkan penggantian nama Ciamis ke Galuh” (“Kabupaten Ciamis Jadi..., 2010).

Namun, respon berbeda sempat disampaikan oleh mantan ketua DPRD Asep Roni “saya tidak setuju (perubahan nama Ciamis menjadi Galuh) karena biayanya mahal. Selain itu juga tidak ada jaminan dengan berubahnya nama rakyat akan semakin sejahtera. Akan lebih baik biayanya dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat”.

Selanjutnya dia menyatakan:
"Mengenang kejayaan masa lampau merupakan hal yang baik, tetapi tidak harus terbawa pada romantisme sejarah. Spirit Galuh tidak hanya dari nama, tetapi bagaimana berbuat yang lebih baik untuk masyarakat.

Tidak ada artinya apabila nama berubah, tetapi tidak ada dampak positifnya bagi rakyat Ciamis. Perubahan tersebut bukan persoalan yang mudah, sebab harus melalui proses dan mekanisme panjang. 

Termasuk melakukan perubahan terhadap undang-undang tentang pembentukan Kabupaten Ciamis. Belum lagi harus dilakukan penyesuaian dalam semua bidang pemerintahan dan kemasyarakatan.Perubahan stempel, kop surat Ciamis, papan nama dan lainnya butuh biaya sangat besar” ujarnya.

Kalau teman sudut ciamis lebih pilih mana? Yuk beri komentar! ***

Editor: Annisa Siti Nurhaliza

Sumber: Makalah "Ciamis atau Galuh" - Mumuh Muhsin


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah